Panja RUU BUMN Gali Masukan RUU BUMN dari Pakar Unpad
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal saat memeimpin kunjungan kerja Tim Panja Penyusunan Naskah Akademik dan RUU tentang BUMN Komisi VI DPR RI ke Bandung, Provinsi Jawa Barat, Jumat (27/8/2021). Foto: Devi/Man
Tim Kunjungan Kerja Panja Penyusunan Naskah Akademik dan RUU tentang BUMN ke Provinsi Jawa Barat yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal menggelar pertemuan dengan para pakar BUMN dari Universitas Padjadjaran Bandung guna mendapatkan masukan dan informasi penting yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan draft RUU BUMN.
"Di sini kita mencari masukan dari narasumber Universitas Padjadjaran. Dalam perbincangan tadi muncul beberapa isu yang selama ini memang menjadi ambigu di BUMN. Salah satunya adalah menyangkut pemisahan antara rezim keuangan negara dengan keuangan korporasi. Apa yang dimaksud dengan APBN yang dikelola secara terpisah," tutur Hekal di Bandung, Jawa Barat, Jumat (27/8/2021).
Menurutnya, hal ini harus menjadi salah satu isu yang diperjelas karena mempunyai dampak implikasi hukum yang berbeda. Ia menambahkan, kalau bicara keuangan negara maka itu akan berdampak kepada penyelewengan atau korupsi. Sedangkan kalau pengelolaan atau kelalaian pengelolaan keuangan korporasi dampak implikasinya ke pidana umum.
"Jadi saya rasa itu punya implikasi pada tata cara pemeriksaan, tata cara penindakan yang berbeda-beda, seperti siapa yang menindak, apa jurus-jurus hukum yang bisa dilakukan terhadap BUMN ini," ungkap Hekal.
Politisi Fraksi Partai Gerindra ini menilai, pemisahan itu menjadi salah satu item penting yang harus dibenahi. Termasuk juga tentang isu-isu yang muncul, seperti mengenai definisi daripada BUMN, apakah kriteria BUMN hanya kepada perusahaan-perusahaan pemerintah Republik Indonesia yang sahamnya di atas 51 persen.
"Karena kita tahu dengan adanya holdingisasi dan merger beberapa perusahaan dan telah di introduce namanya saham Dwiwarna oleh rezim pemerintahan sebelumnya, itu kan belum tertampung di dalam undang-undang," urainya.
Hekal menjelaskan, Dwiwarna itu kan menjadi saham pemerintah kecil, lantas apakah itu juga masih memenuhi syarat BUMN. "Ini hal-hal yang kita harus bakukan dalam undang-undang ini. Di luar itu tentu ada pula beberapa hal yang relatif penting, diantaranya tentang devinisi BUMN, pemisahan fungsinya, dan yang terakhir mengenai masalah pengelolaan aset.
Hekal juga mempertanyakan, apa yang dimaksud bahwa Menteri BUMN dapat mendirikan perusahaan pengelolaan aset. "Itulah hal-hal yang masih perlu kita perdalam lagi dalam pembahasan undang-undang ini," pungkasnya. (dep/es)